Monday, June 16, 2008

Sejarah INDONESIA DAN DUNIA

Sejarah Indonesia dan Dunia
(Adakah Kaitannya dengan Sejarah Sastra Indonesia?)


Pemerintahan Soekarno adalah pemerintahan yang anti-Amerika. Kalau tidak salah, Imam Khomeini menyebut nama beliau di dalam salah satu bukunya sebagai seorang yang antipenjajahan barat. Sikap Soekarno seperti ini tentu saja bukanlah sikap kooperatif bagi imperialisme barat. Kejatuhan Bung Karno diawali dengan kenaikan harga-harga sehingga Bung Karno mengeluarkan kebijakan 1000-1 rupiah yang sangat merugikan masyarakat. Antrian pembelian sembako berderet-deret terjadi pada sekitar tahun 1966. Pidato pertanggungjawaban Bung Karno yang terkenal dengan nama Nawaksara ditolak MPR yang waktu itu dipimpin oleh Jenderal A.H. Nasution. Bung Karno jatuh dari kursi pemerintahannya dan berganti dengan Soeharto. Mulailah orde baru (new order) menggantikan era sebelumnya yang disebut orde lama.

Pemerintahan Soeharto merupakan pemerintahan yang represif, tegas dan imperatif. Pada saat itu harga rupiah dipatok dengan harga mata uang lain (dolar) dan Badan Urusan Logistik (Bulog) menguasai pasar di Indonesia. Dengan demikian, tak pernah terjadi fluktuasi harga-harga di pasar. Bila hukum pasar mengatakan barang langka maka harga barang naik, barang melimpah maka harga barang murah; hal itu bisa dikontrol dengan baik dengan dipatoknya harga rupiah dan keberadaan Bulog. Di samping itu Undang-undang Dasar 1945 mengatakan bahwa bumi Indonesia serta kekayaan yang ada di dalamnya adalah hak rakyat Indonesia dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian, amatlah lazim Pertamina menguasai minyak di Indonesia, PDAM menguasai dan mengatur air untuk rakyat, PLN mengatur dan mendistribusikan listrik bagi rakyat, banyak tambang berharga yang dikuasai pemerintah untuk kemakmuran rakyat.

Berbeda dengan pemerintahan Soekarno, pemerintahan Soeharto merupakan pemerintahan yang dekat dengan barat. Pinjaman-pinjaman yang diberikan barat membuat pemerintahan ini terlena dan manja. Pada masa orde baru, rakyat terkejut dengan begitu menumpuknya hutang pemerintah yang dibebankan pada rakyat Indonesia. Ketergantungan Indonesia pada hutang ini pula yang kelak akan menjadikan bangsa ini bagai tikus mati di lumbung padi. Orang malas bekerja sekalipun negeri ini sangat kaya. Orang hanya bergantung pada pinjaman dan kerja kantoran. Orang lebih suka melakukan pekerjaan administrasi daripada turun ke lapangan (menambak udang, perkebunan sawit, perkebunan karet, perkebunan kedelai, perkebunan jati, peternakan domba dan sapi).

Di samping hutang luar negeri yang menumpuk, negeri ini pun dibebani dengan rakyatnya yang korup. Salah satu tindakan korupsi yang mencolok adalah kebiasaan pejabat yang keliru mengelola uang aset yang menjadi tanggung jawabnya. Pejabat acap kali menerima parsel dari koleganya sebagaimana ia mengirim parsel kepada atasannya. Perputaran parsel ini menjadikan kolusi dan nepotisme yang keruh pada masyarakat Indonesia. Tak sedikit cerita tentang penggunaan aset negara untuk kepentingan pribadi. Hal ini berlangsung mungkin sejak awal masa orde baru sehingga pejabat yang baru meneruskan tradisi pendahulunya. Tindak korupsi ini boleh jadi dimulai dari ketidaktahuan karena menghindar dari tindak korupsi tidak diajarkan di sekolah dasar, sekolah menengah atau perguruan tinggi. Ketidaktahuan atau kebodohan ini selanjutnya dapat membuat orang menjadi lalai dan melakukan kejahatan yang merugikan orang lain.

Pertengahan tahun 1990-an Rusia runtuh. Keruntuhan Rusia ini pada mulanya memberikan harapan bagi bangsa-bangsa di Timur untuk meraih kemakmurannya. Sebaliknya barat malah menunjuk Timur atau orang Islam sebagai musuh berikutnya setelah Rusia runtuh. Hal itu terbukti dengan banyak peristiwa yang menindas timur dan orang Islam. Menara kembar diledakkan dan orang Islam dijadikan kambing hitam. Orang-orang berjubah pun dianggap sebagai teroris. Inilah imej yang dipropagandakan barat terhadap Islam.

Salah satu peristiwa yang menjatuhkan bangsa Indonesia pada krisis ekonomi adalah peristiwa Soros. Soros sebagai seorang yang menanam dolarnya di Indonesia serta merta menarik dolarnya pada tahun 1998. Bank-bank kehabisan dolarnya. Maka perusahaan-perusahaan yang berhutang dengan dolar tak bisa membayar hutangnya. Banyak perusahaan importir seperti perusahaan importir mobil atau barang elektronik yang bergantung pada dolar gulung tikar pada saat itu. Sebaliknya, perusahan-perusahaan yang berorientasi pada ekspor justru kebanjiran uang, contohnya perusahaan ekspor kayu Kalimantan, eksportir udang serta-merta mendapat keuntungan melimpah.

Pada saat krisis itu, muncullah rentenir dunia yang menamakan dirinya International Monetery Fund (IMF). IMF menawarkan bantuan kepada Indonesia dengan satu syarat: reformasi ekonomi. Apakah yang dimaksud dengan reformasi ekonomi itu? Reformasi ekonomi adalah eufemisme dari sebuah penjajahan baru berupa pelepasan aset-aset nasional kepada privatisasi, juga pelepasan Bulog dari perannya dalam mengontrol barang dan harga.

Dengan demikian, minyak yang ada di Indonesia bukan lagi milik rakyat Indonesia. Bila seseorang mempunyai sebidang tanah, dan di tanahnya mengalir tambang minyak, maka serta merta minyak yang keluar dari tanahnya itu adalah miliknya sendiri. Ia boleh menjualnya kepada pedagang barat sekalipun rakyat atau tetangganya membutuhkan minyak dari tanahnya itu. Boleh jadi pemilik tanah dibunuh oleh orang-orang rakus dan orang rakus itu serta-merta membayar pemerintah untuk membuatkan akta tanah baru yang palsu. Pada saat ini tambang emas di Papua dieksploitasi besar-besaran oleh freeport (sebuah perusahaan asing) tanpa memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi rakyat Papua. Demikian pula perusahaan-perusaan merylline (juga sebuah perusahaan asing) serta perusahaan yang menguasai blok cepu, memperlihatkan kerakusannya tanpa rasa belas kasihan.

Dengan dikuasainya tambang-tambang minyak dan aset-aset penting bangsa, wajar saja jika Indonesia terancam menghadapi krisis ekonomi kedua karena harga minyak dunia naik. Alih-alih berpesta-pora karena harga minyak naik, Indonesia justru terancam menghadapi krisis ekonomi kedua. Indonesia seperti tikus mati di lumbung padi. Kaya tetapi dikuasai orang lain.

Mungkin saja peran pemerintah sangat penting dalam kebijakan kemakmuran rakyat. Sebagai contoh, tersebarnya internet jelas selama ini merupakan peran dari pihak swasta. Tetapi bila pemerintah menginstruksikan penggunaan internet di kantor-kantor gubernur, kota, kabupaten, kecamatan, hingga ke sekolah-sekolah tentu ini merupakan terobosan yang sangat brilian. Adakah internet harus dikuasai pemerintah? Tentu saja peran swasta yang adil dan terkontrol akan menjadi sangat bermanfaat.

Ekonom Kwik Kian Gie mengatakan bahwa naiknya harga minyak di dalam negeri sedangkan negeri Indonesia adalah produsen minyak dapat dianalogikan sebagai berikut. Seseorang mempunyai istri. Istrinya selalu memberinya sarapan nasi goreng setiap pagi. Pada suatu ketika si istri mengomel dan berkata, “Saya rugi 15.000 karena memberi Anda (suami) nasi goreng. Bila nasi goreng ini saya jual semua ke hotel berbintang saya akan mendapat 20.000, sedangkan Anda hanya membayar saya 5.000 untuk nasi goreng itu.” Dengan demikian, pemerintah yang mengomel pada rakyat itu seperti seorang istri yang mengomel kepada suaminya. Pemerintah berkata bahwa pemerintah rugi karena menjual minyak di dalam negeri dengan harga murah. Bila minyak ini dijual di pasar internasional tentu akan berlipat keuntungannya. Menurut Kwik Kian Gie, melepas harga rupiah pada pasar juga sangat berbahaya karena ekonomi Indonesia belum stabil. Sekali lagi peran Bulog yang justru dimatikan IMF berdampak besar bagi kemakmuran rakyat.

Seperti ini pula yang terjadi ketika harga minyak goreng naik. Para produsen minyak goreng beramai-ramai mengekspor minyak gorengnya ke luar negeri karena harga minyak goreng di luar negeri naik. Para produsen itu membiarkan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri dan tak mendengar kebutuhan rakyat akan minyak goreng.

Bila Indonesia melepas aset-asetnya sesuai dengan saran (perjanjian) dengan rentenir IMF, Venezuela justru bertindak sebaliknya. Presiden Venezuela, Hugo Chavez justru menasionalisasi kembali aset-aset negaranya dan menolak kebijakan barat. Rakyat Filipina juga berdemo untuk menolak kehadiran rentenir IMF yang jelas-jelas menginginkan privatisasi aset-aset negara.

Mungkin beberapa negarawan Indonesia sadar karena dan menyarankan konsorsium bagi tambang minyak. Dengan demikian, tambang minyak tidak dikuasai satu perusahaan saja atau satu negara saja. Mungkin saja Indonesia mesti bekerja sama dan belajar dari sebuah negeri yang adil seperti Iran karena reputasi Iran selama ini yang tak memiliki cacat serta keberanian Presiden Ahmadinejad dalam menentang penjajahan barat. Ada dua presiden yang memiliki latar belakang yang berbeda yang menentang barat yakni Presiden Ahmadinejad dari Iran dan Presiden Hugo Chavez dari Venezuela. Keduanya boleh jadi merupakan contoh yang menarik dari keberhasilan orang-orang dalam menentang penjajahan dan meraih kejayaan.

Pada hari ini, dunia menyaksikan bagaimana negeri para mullah itu terancam oleh Paman Sam. Dunia melihat bahwa ancaman ditebarkan Paman Sam sejak awal. Dengan wajah palsu, Paman Sam berdalih bahwa anak buah para mullah itulah yang mengancam kapalnya di perairan teluk Persia. Dunia menyaksikan orang-orang pembohong dan orang orang jujur. Jika perang ini terjadi, maka tidak ada tempat suci di dunia kecuali medan laga.

0 comments: