Monday, June 16, 2008

Artikel HARGA MINYAK BUMI DUNIA NAIK, INDONESIA TERANCAM KRISIS MONETER KEDUA

HARGA MINYAK BUMI DUNIA NAIK, INDONESIA TERANCAM KRISIS MONETER KEDUA

Ketika harga minyak di pasaran dunia naik, semestinya produsen minyak seperti Indonesia berpesta pora karena mendapat keuntungan berlipat. Tetapi apa yang terjadi? Indonesia malah terancam terkena krisis moneter kedua gara-gara kenaikan harga minyak di pasaran dunia itu. Masalah ini telah saya ungkapkan di forum ini dengan alamat berikut.

http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=5523.msg27366#msg27366

Seseorang yang merenungkan peristiwa di atas akan berpikir mengapa Indonesia terancam krisis moneter kedua. Alih-alih berpesta dan mendapat untung berlipat, Indonesia sebagai produsen minyak (baca: anggota OPEC) justru terancam terkena krisis moneter kedua.

Mungkinkah tambang-tambang minyak di Indonesia telah dijual kepada perusahaan-perusahaan asing selain pertamina. Karena itu Indonesia tidak bisa lagi menguasai tambang-tambang minyak itu kecuali dengan permintaan yang terbatas. Ketika Indonesia memerintahkan perusahaan-perusahaan asing itu untuk memberi distribusi minyak kepada rakyat Indonesia, perusahaan-perusahaan asing ini menolak dan berkata, "Kami tidak mau mendistribusikan minyak kepada rakyat Indonesia karena kami akan merugi. Lebih baik kami menjual minyak kepada dunia internasional. Jika pemerintah Indonesia menginginkan kami menjual minyak untuk pasaran dalam negeri, pemerintah harus memberi subsidi untuk minyak."

Demikianlah, perusahaan-perusahaan itu menyuruh pemerintah mensubsidi agar perusahaan-perusahaan asing itu tidak merugi. Orang-orang disuruh berdemo agar pemerintah mensubsidi bagi rakyat, padahal subsidi ini akan dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing itu.

Salah satu contoh langkah brilian yang dapat dijadikan contoh adalah langkah yang dilakukan Presiden Venezuela, Hugo Chavez. Hugo Chavez menasionalisasi kembali aset-aset negara agar rakyat Venezuela mendapatkan manfaat yang besar dari kekayaan alamnya, bukan hanya perusahaan-perusahaan asing yang menikmati kekayaan dengan merugikan rakyat Venezuela. Hal ini diatur dengan undang-undang yang berlaku di Venezuela. Tentu saja undang-undang itu mesti bebas dari tekanan lembaga kourp dan rentenir seperti IMF. IMF jelas-jelas membuat aturan yang mendorong para peminjamnya terjerumus ke dalam kesengsaraan dan kemiskinan yang makin dalam.

0 comments: